Kamis, 12 Maret 2009

Komet Hijau Menyapa Bumi


Suatu malam pada 1996, seorang bocah Cina berumur tujuh tahun menggunakan teleskop mungilnya, mengamati angkasa. Kali ini, lensa teleskopnya secara tak sengaja mengarah pada sebuah titik bercahaya terang yang menggembung, cantik, dengan ekor yang indah.Bocah bernama Quanzhi Ye itu tak banyak belajar antariksa, pun ilmu tentang angkasa atau astronomi. Pantas jika dia tidak mengetahui benda angkasa yang dilihatnya itu sebenarnya adalah komet. Bahkan di benaknya, dialah orang pertama yang melihat komet itu.

Hingga di kemudian hari, dia sadar, dua orang bernama Hale dan Bopp adalah penemu komet itu. Astronom kemudian menyebutnya sebagai komet Hale-Bopp.Kenyataan itu begitu mengecewakannya. Ye berjanji dalam hati, suatu saat kelak, dia akan menemukan komet. Keisengan Ye mengobok-obok langit, memang tak sia-sia.Pada 11 Juli 2007, Ye yang telah berusia 19 tahun dan tercatat sebagai mahasiswa meteorologi di Sun Yat-sen University, memicingkan matanya ke berkas pelat foto hitam putih yang tergeletak di atas mejanya.

Foto itu menggambarkan noktah-noktah hitam di langit, yang dijepret semalam sebelumnya oleh astronom Taiwan dari Institute of Astronomy, National Central University bernama Chi-Sheng Lin.Ye mengamati satu per satu noktah hitam yang difoto menggunakan teleskop Ritchey-Chretien 16 inci dan kamera CCD milik Observatorium Lulin di Nantou, Taiwan. Hingga matanya berhenti pada satu noktah bermagnitudo 18,9.''Itu bukan bintang. Itu komet. Komet yang sangat spesial,'' serunya. Magnitudo merupakan ukuran kecerlangan bintang. Makin kecil angkanya, menunjukkan bintang itu makin terang.

Bukan tanpa alasan Ye menyebutnya komet. Alasan pertama, jika dia komet, pasti sudah diberi nama. Tapi, ini belum ada namanya.Kedua, warna hijaunya yang sangat langka makin meyakinkannya itu adalah komet. Warna hijau Komet Lulin berasal dari kandungan gas yang menyelubungi atmosfer komet tersebut.Kali ini, Ye adalah orang pertama yang melihatnya. Impian masa kecilnya menemukan komet, tergapai sudah. Komet C/2007 N3 itu pun diberi nama Lulin yang dicomot dari nama Observatorium Lulin.

''Cahaya hijaunya sangat cantik dan mungkin dapat dilihat dengan mata telanjang,'' kata Ye, bangga. ''Saya berharap, pengalaman saya menginspirasi anak muda lain untuk meraih mimpi yang sama seperti saya.'' Komet merupakan salah satu keluarga tata surya Matahari. Ciri khusus yang membedakan dengan benda angkasa lain, seperti planet, adalah komet berekor.Komet juga mempunyai orbit berbentuk elips, tapi lebih lonjong dan panjang dibandingkan planet. Bentuk lintasan ini yang menentukan periode komet mendekati Matahari.

Gas dan debu membeku yang membentuk komet berasal dari Awan Oort. Sebagian inti komet mengandung gas cyanogen (CN)--beracun, tak berwarna--dan diatomic carbon (C2)--di Bumi gas ini menyemburkan nyala biru.Awan Oort ini terletak di luar Pluto, sekitar 1.000 kali jarak Matahari-Pluto. Awan berbentuk sferis dan melingkupi tata surya inilah yang memproduksi komet-komet.

Semakin dekat dengan Matahari, ekor komet makin panjang. Karena itulah, sebagian orang menyebutnya sebagai bintang berekor.Kini, komet hijau itu mendekati Bumi. Pada 24 Februari 2009, Lulin akan berjarak 0,41 AU (Astronomical Unit) dari Bumi--satu AU setara dengan jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni 150 juta kilometer.Artinya, Lulin hanya berada 61,500 juta kilometer dari planet kita, yang menjadi titik terdekatnya dengan Bumi. Apakah bisa terlihat dengan mata telanjang?

Diperkirakan, Lulin bermagnitudo empat atau lima dalam kondisi langit cerah, saat berada di titik terdekatnya dengan Bumi. Magnitudo enam merupakan batas terlemah kemampuan mata normal manusia melihat cahaya. Lebih dari itu, tanpa bantuan alat, mata manusia tak dapat mendeteksi cahaya di langit.Astronom amatir, Jack Newton, berpendapat, komet hijau itu tergolong sangat redup. Tanpa bantuan teleskop, mata manusia susah mengamati. ''Mata kita akan kesulitan mencarinya. Tapi minimal dengan teleskop 14 inci, kita bisa melihatnya di angkasa.''Kepala Bidang Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung, Clara Yono Yatini, menyatakan hal serupa. Sulit mengamatinya dengan mata telanjang. ''Komet Lulin bisa dilihat di arah Saturnus,'' ungkapnya.

Lulin, kata Mutoha Arkanuddin, astronom amatir lainnya, akan tampak semakin terang dan mencapai magnitudo maksimal pada akhir Februari. ''Dengan magnitudo sekitar enam, diharapkan komet ini lebih mudah diamati dengan menggunakan binokuler,'' jelasnya.Waktu terbaik untuk mengamati, paparnya, adalah di waktu fajar, sekitar pukul 03.00 waktu setempat. Pada 4 Februari, Lulin terlihat di rasi Libra, 23 Februari di arah Saturnus, dan akan bergerak ke arah rasi Leo mulai 26 Februari.

Menurut Direktur Indonesia Mobile Observatory (IMO), Hendro Setyanto, jika Lulin bermagnitudo empat atau lima, masih mungkin dilihat dengan mata telanjang, meski agak susah menemukan cahayanya. Akan lebih baik, katanya, bila menggunakan teropong medan.Teropong itu sebagai panduan untuk menemukan arah Lulin. Setelah arahnya diketahui, untuk mendapatkan gambar yang bagus, dapat menggunakan teleskop.Bisa terlihat atau tidak, Lulin dipastikan menyapa penduduk Bumi. Lantaran belum diketahui periode komet itu, tapi diyakini 'kunjungan' Lulin ini merupakan kali pertama. Bisa jadi, Lulin akan berkunjung lagi ribuan tahun mendatang, atau bahkan pergi dan tak akan kembali. (Sumber. Republika)

Tidak ada komentar: